Rabu, 28 Desember 2011

Allah Maha Mempunyai Rencana

                                 Gedung Widya Sasana Sarwono LIPI Gatot Subroto  Jakarta
 

Aku duduk bersandar pada sebuah dinding dikoridor lantai 4  gedung yang bernama Widya Sasana Sarwono. Begitu orang-orang itu menyebutnya. Aku tidak duduk bersila, melainkan duduk sambil menekuk lutut. Agak aneh memang duduk jenis ini untuk perempuan sepertiku yang kudungnya jumbai, pakai rok, plus sepatu sandal butut tali temali yang talinya terlepas menggontel-gontel tak karuan dikiri kanan. Aku menyebutnya ini duduk keputusasaan. Tinggal diletakkan kepalaku didengkul dan tangganku memeluk lutut, cukuplah gayaku ini untuk dipanggil  wanita patah hati 10 tahun ditinggal  kekasih tak pulang-pulang. Hei, mana kameranya?
“””
Perasaanku memang kurang lebih sama  seperti kegelisahan wanita yang ditinggal kekasih tak pulang-pulang yang kusebutkan tadi. Gelisah  menghadapi Tes Akhir Ujian Calon Pegawai Negeri Sipil. Hatiku galau, merasa gelisah dan dadaku berdebar kencang. Membuatku stress. Hm..apa ya kira-kira yang akan mereka tanyakan nanti, berhubung ini Institusi Penelitian aku menerka mungkin pertanyaannya akan begini :
“Heiiii kamuuuu, kenapa kamu bisa cantik begini, hah????!!!! Jawabbbb!!!!
atau
“Hei kau yang cantik disana kemariii!!! Sebutkan 25 hukum cantik mantik????
atau juga
“Tolong sebutkan 5 Metode Administrasi Kecantikan?
Ah tidak tidak….. mungkin begini yang betul :
“Baiklah kita mulai pertanyaan yang pertama, apa resep kecantikkanmu, bidadari?
%*%$@$%$^%^+(:”#$

***

Skripsiku yang berwarna pink ada disamping menemaniku. Kuletakkan saja ia dilantai, menemani sepatuku yang talinya menggontel gontel. Kubiarkan mereka mengobrol.  Skripsiku skripsiku, kau begitu lucu dan imut imut. Kupandangi ia sekali lagi. Sesekali kubuka, sesekali kututup lagi. Sebenarnya walaupun skripsiku ini T-O-P banget, imut dan lucu begitu. Diam-diam aku tidak terlalu memperdulikannya dalam tes ini.  Meskipun keberadaannya adalah syarat mutlak tes wawancara ini, namun bagiku tumpukan kertas bercover pink dan bertinta emas itu tidak terlalu penting, cuma tumpukan aksesoris yang bisa saja menipuku atau malah mencelakakanku saat  diuji nanti. Yang penting saat ini bagiku adalah isi kepala ini, bisa tidak ia digunakan nanti untuk menyiasati situasi jika aku ditelanjangi  habis-habisan  oleh tim penguji. Detik detik akhir penentuan hidupku.
***
Dikiri dan kanan kulihat orang-orang berkumpul, sama sepertiku mereka menunggu giliran  dipanggil untuk dites. Sebagian ada yang duduk lesehan dilantai seperti yang kulakukan memenuhi sepanjang koridor. Ada yang berdiri sambil bersandar pada dinding, ada yang berjalan lalu-lalang begitu gelisahnya seperti KRL Ekonomi Bogor-Jakarta. Bermacam rupa.
Posisi kami berbeda satu sama lain, tapi satu yang pasti, kami sama-sama resah. Dan untukku kali ini kuakui satu hal, aku merasa sangat gugup. Dan merasa tak yakin akan berhasil melewati seleksi akhir yang cukup menggelisahkan, yang tingkat kegelisahannya adalah gelisah level 20 sama seperti saat kita akan diperkenalkan dengan calon mertua.
***

Ciut nyaliku. Tapi kupasrahkan saja. Apapun hasilnya aku ikhlaskan. Aku sudah sering gambling begini dalam hidup. Kuingat ini sudah ketiga kalinya aku minggat dari kantor untuk mengikuti seleksi di Jakarta ini. Kuingat berita-beritaku berantakan dikantor tempat kerjaku yang lama. Kutinggalkan begitu saja.  Dan sebenarnya aku tidak mau terlalu terbawa aliran gugup dalam tes kali ini. Kusantai-santaikan saja semuanya. Kuhitung mungkin sudah 10 kali aku berada dalam situasi begini, salah satunya ujian kompre saat kuliah dulu, dan aku selalu memaksa pikiranku cuek. Tidak mau terlalu terbelenggu rasa ingin lulus, tidak ingin terlalu dalam jatuh cinta ibarat kekasih. 
Lagipula saat ini perutku lapar, mataku ngantuk setelah semalam tidur tak jelas di Lantai 8 Gedung ini bersama seorang Ukhti  peserta tes yang berasal dari Bandung. Jadi pikiranku juga tak jelas, antara ingin menjawab pertanyaan dan ingin request sepiring nasi. Perjalanan estafet dari Palembang-Jakarta tanpa mandi membuatku lengket. Lengket dan bau, itulah bekal tesku pagi ini.  Tanpa makan dengan tali sepatu putus memutus berseliweran dikiri kanan. Jelek sekali aku pagi ini. Tapi satu prinsipku dalam menghadapi apa saja, cobalah tidak takut menghadapi apa saja dalam berusaha, meskipun sebenarnya takut setengah mati dengan apa saja itu, paksakan hadapi  si Mr.apa saja itu, yang penting  berusaha dulu hadapi si apa saja apa dong itu, dan selesaikan. Begitu prinsip yang kupegang, hasilnya belakangan. Kukira malaikatpun tak tega melihat tekadku yang teramat bulat  ini jadinya turut mendoakan. Teramat bulad tekad ini seperti donat.
****
Aku masih duduk bersandar pada dinding. Kuperhatikan dikiri-kananku sosok-sosok manusia pandai lulusan terbaik universitas-universitas terkemuka dinegeri ini telah berkumpul. Mereka keren-keren, tampil rapi elegan, cantik mantik, ganteng ganting, dan yang lebih penting mereka adalah orang-orang pintar yang telah terseleksi dari Perguruan Tinggi seluruh Indonesia. Dengan IPK 3,5 keatas yang menciutkan nyali. Jika sudah begini tidak lagi bicara ranking kelas, tapi ranking dan akreditasi Universitas.  Sedang aku, entah mengapa aku bisa berada disini. Aku merasa sedikit aneh dengan diriku. Aku merasa agak kurang cocok berdiri bersama mereka disini, ditempat seleksi ini. Hanya mental keras sekeras batu karang kukira yang membuat aku bisa ikut berbaris bersama mereka dikoridor menunggu panggilan tes seleksi ini. Bukan apa-apa, lihat saja mereka begitu keren, parlente, dan cerdas tak terkira pastinya. Sedang aku, eahh.. sambil bibir agak dimemblekan sedikit jika ingin mengucapkannya.
***
Takdirlah yang membawaku ada bersama orang-orang ini, saat ini. Memang sih aku punya sedikit modal yaitu IPK yang jika mengingatnya “agak” membuatku sedikit berani berbaris bersama mereka disini. Tapi sekali lagi “agak” ya. Cuma agak. Masalahnya bapak-bapak ibu-ibu, mereka begitu teramat sangat dan sangat keren-keren, smart, and sexeehh, sambil agak mendesah mengucapkannya, dan yang paling penting untuk diingat adalah ini seleksi wawancara, bukan lagi tes tertulis, so good looking or not diri kita didepan penguji, dan atau like or dislike penguji kepada kita, paling menentukan hasil tes, tidak ada lagi yang lain. Bullshit kecerdasan kita, yang penting bagaimana penilaian mereka tentang cara kita bicara, penampilan kita, kesan pertama yang mereka tangkap, dan pandai tidaknya kita melakukan lip service itulah yang akan menentukan.
***
Aku masih duduk bersandar pada dinding, dengan gayaku yang selengean tentunya. Kutatap seorang perempuan bernama Rini disampingku, aku gugup. Ia begitu anggun, dengan dress terusan motif bunga-bunga teratai ungu selutut, membuatku tengsin. Apalah diriku jika dibandingkan dia, aku menatap diriku kemudian menatap dia, yeahh… lagi-lagi harus mendesah dengan bibir agak dimiringkan kesamping atau kebawah seperti yang tadi kusebutkan. Dia begitu cantik dan motoknya, sekali tatap, penguji pria bisa kesetanan langsung memberikan nilai 100+AAA. Sementara aku, badan kurus seupil begini, dengan mata panda berlingkaran hitam sisa semalam, belum makan pagi, belum mandi lagi dengan sepatu tali putus memutus. Akh, nggak recommended.
***
Tapi ya kuberani-beranikan saja. Aku heran dari mana datangnya kepercayaan diri ini. Seketika aku ingat  prinsipku, berani maju demi suksessss. Allahuakbarrr!!!  Kemari kau tes-tes sialan!!!!
***
Ada yang bilang kami ini bodoh. Yang ingin jadi PNS adalah kumpulan orang pengecut. PNS adalah profesi yang bagi sebagian orang cukup hina. Tidak keren, dan pilihan orang-orang oportunis alias  yang inginnya “keamanan” saja. Mungkin juga.  Dan mungkin, ini mungkin ya, akan ditertawakan dengan empuk bagi mereka yang benar-benar antipati atau idealis, atau apalah judulnya pokoknya benci PNS. Dan aku mendapati diriku berdiri disini, dan aku juga merasa lucu, lucu dengan diriku sendiri. Lucu dengan koar-koarku jaman kuliah dan akhirnya aku memilih jadi PNS juga. Entahlah.
***
            Sekumpulan tim penguji berjalan melewati kami. Mereka masuk ruangan, pintu ditutup, kemudian nama kami mulai dipanggil satu persatu.
30 menit berlalu, satu persatu teman-teman peserta tes yang ada disekitarku mulai dipanggil.  Aku masih diam menunggu dengan berdebar. Semakin lama waktu berlalu semakin berdebar dadaku. Jika tadi hanya dadaku, kini bibir dan lututku ikut bergetar. Aku sempat berbincang dengan teman-teman yang satu jurusan denganku. Mereka semua baik dan lembut. Namun tidak bisa kututupi bahwa aku gugup. Tidak bisa hatiku tenang meskipun aku telah berusaha menenang-nenangkannya.
Ya Allah aku sangat malu. Dan aku juga sangat-sangat tak yakin dengan diriku. Bagaimana mungkin aku bisa mengalahkan mereka semua. Tak mungkin.
***
Satu persatu teman-temanku selesai diwawancara. Hingga tinggal aku sendiri yang duduk dikoridor tempat kami tadi berkumpul. Aku berfikir kok aku belum dipanggil juga. Aku berjalan lurus menelusuri koridor. Kutemukan beberapa orang teman, kutanya, mengapa aku belum juga dipanggil, mereka mencoba menebak, dan berkata mungkin aku salah ruangan, tapi tidak ada yang bisa memastikan. Akhirnya kutemukan seorang bapak-bapak yang sepertinya panitia, kutanya.
“Pak dimana ruangan untuk ujian wawancara Puslit Bioteknologi?
“oh, disebelah sana neng…Ia menunjuk kearah utara berlawanan dengan tempat awal kumenunggu.

Aku berjalan kearah sebuah pintu dimana sejumlah laki-laki dan perempuan sudah berkumpul disana.

“eh anak-anak Administrasi Negara ya?
“Iyaaa… mereka menjawab serentak
Ah legaaa…tiba-tiba aku merasa senang telah menemukan komunitasku.  Degub jantungku yang berdebar sedikit reda.

“ayu!
“fitri!
“dhani sapta hudaya!
...

Kami berkenalan satu persatu. Usai berbincang sedikit, mba fitri yang lulusan Universitas Indonesia itu dipanggil masuk kedalam. Tinggal aku berdua Dhani yang tersisa.
“dari Universitas mana?
“Sriwijaya!
“Unsri?
“ya Unsri…. kamu?
“Unpad!
“ooo Sip.

Dhani tersenyum sebentar kemudian dia buru-buru masuk keruangan  karena namanya dipanggil tim penguji. Tak berapa lama semua kontestan yang berasal dari jurusanku keluar dari ruangan. Mereka semua selesai diwawancara. Hanya aku yang belum.  Sedikit resah mengapa aku lama sekali dipanggil.

‘Ayurisya Domianata!!!
“seorang petugas memanggil namaku kencang sekali membuat aku terperanjat dan bangun seketika dari dudukku yang  serampangan.
Kuangkat  skripsiku yang tergeletak dilantai kutantang tas dan aku masuk kedalam ruangan.
Jika ada perasaan yang sangat  aneh adalah perasaanku saat ini. Aku merasa takut sekaligus percaya diri, merasa  malu tapi juga merasa perlu membuktikan kemampuanku. Aku menunggu sekitar lima menit untuk kedua tim penguji itu membaca-baca biodata,  lampiran ijazah dan transkrip nilaiku yang ada digenggaman mereka.

Aku mencoba mengingat-ngingat apa saja yang pernah aku tuliskan disana. Apakah aku pernah menuliskan sesuatu yang berlebihan tidak ya. Aku takut  apa yang pernah kutuliskan di biodata itu akan mencelakakanku. Semoga saja tidak.

“A …yu Ris… ya Do Mi Na Ta…?  ujar penguji pria itu mengeja namaku
‘Ya pak! AYURISYA DOMINATA!!!  Jawabku tangkas.
Ia tersenyum melihat percaya diriku.
“Kamu dari Palembang ya?
 “Ya pak!
“Hm…pernah bekerja sebelumnnya?
“ya.
“Dimana, swasta?
“Ya staf redaksi koran lokal di Palembang..
“Oke ayu coba kamu ceritakan tentang dirimu dan keluargamu…
‘Saya anak kedua dari  lima bersaudara, perempuan sendiri, ibu saya sudah almarhum, ayah masih ada di Palembang, adik saya tiga orang dan kk satu, saya  pemberani, suka tantangan dan petualangan…
“hmm….kamu perempuan sendiri ya…, kk kamu sudah menikah?
“belum pak, dia masih kuliah.
“Oke ayu sekarang saya mau apakah kamu punya hobi? Apa hobi kamu?
“Hobi saya banyak pak, saya suka menulis, membaca dan travelling!!!
“oke..sekarang pertanyaan selanjutnya adalah…apa komentar kamu tentang terorisme?
“Terorisme adalah tindakan yang menyakiti Rasulullah karena pada kenyataannya Rasulullah sendiri tidak pernah mengajarkan berdakwah dengan kekerasan, justru dengan kelemah lembutanlah dia berhasil menundukkan hati banyak orang…, dilempar batu aja dia diam, diludahi saja dia diam!!! Jawabku berapi api..
“Oke…sekarang saya mau tahu, kamu kan nanti akan menjadi PNS, seandainya pimpinan kamu adalah seorang  beragama diluar islam apa yang akan kamu lakukan?
“Khalifah dalam islam haruslah muslim!
“Kalau tidak ada muslim?
“Wajib muslim, karena dalam islam pimpinan itu harus muslim!
“Bagaimana jika tidak ada muslim?
“Hm…apa ya pak, kalau saya usahakan muslim dulu, karena itu wajib pak  seperti tercantum dalam Al Quran! tapi jika ternyata tidak ada juga dan kondisi menyebabkan kita harus dipimpin non muslim, maka tanggapan saya adalah minimal dia tidak merintangi dan menghalangi kita untuk menjalankan setiap rincian  ibadah dan kepercayaan yang kita anut…
“Oke ayu, baiklah cukup dari saya…ibu Nur ada tambahan?
“baiklah ayu, saya mau menanyakan satu hal…apakah kamu sudah menikah?
“Belum bu.
“Apakah kamu berencana menikah dalam jangka waktu dekat ini?
“Ya bu jika bertemu jodohnya!
“Apa yang kamu lakukan jika suamimu jauh dari tempa kerja sekarang?
“Yak arena saya belum menikah, saya usahakan mencari jodoh yang dekat dengan tempat kerja saya sekarang bu..
“Baiklah, terimakasih. Cukup Pak Awan.
“Cukup.
“Baiklah ayu terimakasih, wawancaranya selesai, silahkan keluar, nantikan keputusannya di Intra LIPI besok.. ya berdoa saja semoga lulus, kita doakanlah kamu lulus, inyaallah…ujar ibu bersenyum manis itu mengakhiri prosesi wawancara ini.
“Iya bu terimakasih. Wassalamualaikum
“Waalaikumsalam, jawab mereka serentak!

***

“Huft..lega rasanya sudah wawancara. Baiklah ayu tenangkan hati, kalau rejeki tidak akan kemana-mana, jadi apapun hasilnya santai saja karena kau sudah berusaha.
Aku berjalan keluar ruangan, melintasi koridor dan bertemu Dhani didepan lift.


“Gimana selesai?
“Ya, kamu tadi gimana, ditanya apa saja?
“Ya..begitu-begitu saja, soal keluarga, jawabnya..
“Apakah kamu ditanya soal terorisme?
“Nggak? Emang kamu ditanya?
“Ya, kok kamu nggak ya, aku ditanya?
“Ya, suka-suka merekalah, tapi yah sama saja..
“Kamu pulang kemana?
“Ke Bogor nginep kos temen. Kamu?
“Aku pulang ke Bandung, seminggu lagi kan hasilnya?
“Ya. Eh kita itu yang diambil berapa orang sih?
“hm..berapa ya, dua kayaknya..
“OOo dari sisa 15 orang ini Cuma diambil 2???
“Ya, cuma 2, Biotek 1, BOK 1.
“Ya sedikit banget padahal sudah melewati ribuan orang. Hah pasti nggak enak banget kalau gagal diwawancara ini.
“Iya. Tapi tenang ajalah kalau rejeki  tak akan kemana.
“Iya ya, tapi saingannya banyak, mba yang dari UI tadi kayaknya pinter.
“Iya, ah nggak papa kita tunggu saja hasilnya seminggu lagi.
***


Seminggu kemudian

Perutku lapar. Aku  sering berpuasa beberapa hari ini. Uang sakuku  mulai terbatas. Aku berjalan keluar kos dengan gontai. Kususuri jalan yang padat dengan lalu lintas kendaraan. Aku menuju warnet diseberang jalan. Aku tidak terlalu bersemangat melihat pengumuman kali ini. Aku merasa lemah. Amat kecil kemungkinan aku lulus. Apalagi  jika kuingat jawabanku atas pertanyaan tim penguji yang cukup blak-blakkan. Dosen pernah murka padaku saat kuliah dulu. Namanya ibu Lili. Ah aku yakin nasibku akan berakhir sama seperti aku diperlakukan ibu Lili dulu.
Ku Klik Website LIPI di kolom Searching. Secepat kilat semua terbuka. Aku memilih Icon khusus untuk CPNS LIPI. Kubuka-buka. Yang utama tentu saja kolom peserta ujian lulus tahap akhir. Ah sudah ada disana rupanya daftar nama-nama yang lulus. Bimsilllahirahmanirahimmmm….
Kubaca didinding computer :

Peserta Lulus Tahap Akhir Tes CPNS LIPI 2010 Jurusan Ilmu Administrasi Negara
1.    Dhani Sapta Hudaya, S.IP  Biro Organisasi dan Kepegawaian
2.    Ayurisya Dominata, S.IP     Pusat Penelitian Bioteknologi

Kakiku lemas…nafasku seperti tercekat  karena tak percaya
Alhamdulillah….
Subhanallah…
Allahuakbarrr…
Ya Allah aku lulus! Terimakasih ya Allah.

***

Maka pelajaran yang kupetik dari kejadian ini adalah kepercayaan kepada kekuasaan ilahi dan keikhlasan kunci segalanya. Percaya dan yakinlah apapun bisa saja terjadi didunia ini. Pun ketika kita merasa sesuatu itu sangat tidak mungkin terjadi. Kuncinya ikhlas dan jangan berhenti berusaha. Aku melihat langit begitu biru siang ini. Walaupun perutku lapar dengan berdebar  dan  semangat  kuambil handphone dan kukhabarkan pada papa, yang sangat gembira mendengar khabar yang sangat2 mengejutkan baginya karena sedikitpun tidak pernah tahu aku mengikuti tes CPNS ini di Jakarta. Karena aku tidak pernah cerita dan meminta ongkospun tidak. Karena aku tak tega.

Ah Bapakku. Setahunya anak gadis manisnya sedang bekerja dengan tekun di Kota Pagaralam tak jauh dari Palembang. Ia tak pernah tahu anaknya yang bertekad baja telah ngelayap di Jakarta. Kemudia teman-teman dekat  kukabari. Begitu saja, tidak ada yang istimewa. Dan kalian tahu mereka ada yang bertanya. Berapa uang yang kukeluarkan untuk menembus tes ini?  Maka saat itu aku boleh sedikit berbangga karena dengan benar aku bisa berkata : tidak sepeserpun!

ya Allah aku tahu kau sedang berusaha menghiburku, supaya aku tidak bersedih lagi, supaya aku tidak menangis spt dulu lagi...kau memberi rasa ini supaya aku lupa kesedihan mendalam yang pernah kurasakan. Ya Allah begitu besar rahmat dan kasih sayangmu, namun aku sering tidak melihatnya dan sibuk dengan diriku sendiri..
ya Allah terimakasih. Alhamdulillah..Subhanallah…Allahuakbar!!!











Tidak ada komentar:

Posting Komentar