Rabu, 31 Oktober 2012

Apa itu Reformasi Birokrasi ?



A.              Pendahuluan

Saat ini pemerintah sedang genjar-genjarnya melaksanakan agenda reformasi birokrasi, namun karena kurangnya pemahaman, atau masih kurangnya sosialisasi, dan terbatasnya akses informasi “yang benar” akan reformasi birokrasi sering menyebabkan  terjadi bias pemahaman akan pengertian reformasi birokrasi itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan karena beragamnya latar belakang ilmu pengetahuan para aparatur pemerintah yang menyebabkan adanya perbedaan pemahaman akan defenisi reformasi birokrasi itu sendiri. Ironisnya karena ketidakmengertian  itu,  kadang  menyebabkan para aparatur berjalan justru  menjauhi nilai-nilai reformasi birokrasi bukannya mendekatinya yang akhirnya merugikan banyak pihak diatas landasan reformasi birokrasi. Lalu apa sebenarnya defenisi reformasi birokrasi itu?

B.              Pembahasan

Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur”
Sangat menarik membicarakan tentang birokrasi, karena dalam realita kehidupan birokrasi terkesan negatif dan menyulitkan dalam melayani masyarakat, padahal para pegawai birokrasi itu dibayar dari duit masyarakat. Dan terkadang wewenang yang diberikan kepada pegawai dari birokrasi disalahgunakan. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya reformasi birokrasi.
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana disitir oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat.
Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat (Susanto: 185-186).
Khan (1981) memberi pengertian reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama. Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional. Aktivitas reformasi sebagai padanan lain dari change, improvement, atau modernization. Dari pengertian ini, maka reformasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap tingkah laku (the ethics being). Arah yang akan dicapai reformasi antara lain adalah tercapainya pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien.Reformasi bertujuan mengoreksi dan membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa yang selama ini jauh menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus globalisasi.
Reformasi ini harus dilakukan mulai dari  pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama diikuti oleh seluruh aparatur dibawahnya. Reformasi birokrasi di Indonesia untuk saat ini dapat dikatakan belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi.
Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.
Pada intinya latar belakang reformasi birokrasi adalah sbb:
1.    Ketidakpercayaan yang meluas pada kinerja pemerintah dan kebangkrutan birokrasi di Amerika telah melahirkan konsep Reinventing Government sebagai model manajemen publik baru yang dikembangkan oleh David Osborne & Ted Gaebler pada th.1992

2.    Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat  
      ini.
Mungkin sebagian diantara kita masih bingung memahami pengertian KKN, apa itu korupsi, apa itu kolusi, dan apa pula bedanya dengan nepotisme, sehingga kita tidak menyadari bahkan tidak merasakannya meskipun aktifitas tersebut sering terjadi disekeliling kita dan terkadang kita sendiri bertindak sebagai pelakunya. Agar lebih jelas, berikut defenisi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme :
Korupsi  menurutTransparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang di percayakankepada mereka. Korupsi dapat membuat pelayanan pemerintah menjadi tidak maksimal dikarenakan adanya penyaluran anggaran yang kurang sempurna sehinggga masyarakat dirugikan karena tindakan korupsi yang dilakukan oleh aparatur yang berkaitan. Dalam arti luas korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk kepentingan pribadi. Korupsi menurut “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.  Korupsi di definisikan oleh “Bank Dunia” sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.
Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori.
3.      Tingkat  kualitas pelayanan publik masih belum mampu memenuhi harapan masyarakat. Misalnya  LIPI sebagai lembaga penelitian milik pemerintah bentuk pelayanannya berupa melakukan riset dan menghasilkan produk penelitian yang berhasil guna dan bermanfaat bagi masyarakat luas,  kualitas dan kuantitas penelitiannya itu yang harus direformasi apabila dampaknya belum terasa bagi rakyat Indonesia secara luas. Demikian pula dengan instansi pemerintah lainnya,  contoh lain pelayanan kantor kelurahan dalam pengurusan KTP, apabila sebelum reformasi birokrasi pelayanan pembuatan KTP di kantor kelurahan bisa mencapai waktu 2 minggu atau 3 bulan lebih, setelah reformasi birokrasi harusnya pembuatan KTP bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari satu hari. Karena ada hal-hal yang direformasi seperti jika sebelumnya birokrasi yang berbelit-belit sekarang menjadi lebih sederhana, Lurah yang biasanya datang siang dan sering tidak ada ditempat sekarang selalu datang tepat waktu dan ada ditempat disaat dibutuhkan masyarakat untuk mendandatangani KTP dsb.

4.      Tingkat efisiensi, efektivitas, dan produktivitas birokrasi belum optimal
Sebelum PP 6/08 dan PP 8/08, perencanaan anggaran masih bersifat perencanaan kegiatan/program. Hal ini membuat sistem birokrasi sibuk dengan kegiatan dan program tetapi tidak tau apa yang dicapai. Pendekatan ini bukan hanya berpotensi membelanjakan dana publik untuk hal yang tidak perlu, tetapi juga membuat struktur birokasi tidak tau persis apa yang harus dilakukan. Semua hal terlihat penting.
Pada era reformasi birokrasi pendekatan ini harus diubah. Setelah PP 6/08 dan PP 8/08 pemerintahan harus berpikir HASIL. Merencanakan HASIL, menganggarkan untuk HASIL, memonitor HASIL dan melaporkan HASIL. Pemilik (rakyat) tidak terlalu pusing dengan apa yang dilakukan oleh birokrat, para pembayar pajak lebih mementingkan pencapaian hasil. Mereka ingin agar pasar tidak kumuh lagi, jalanan tidak macet lagi, semua anak bersekolah, semua orang yang sakit dapat perawatan, mudah dapat modal usaha dll.
Rumusan hasil harus datang dari warga masyarakat lewat satu mekansime tertentu yang menjamin keterwakilan dan transparansi.
Anggaran harus dirancang untuk mencapai hasil, bukan hanya untuk melaksanakan kegiatan. Pada akhirnya setiap pekerjaan harus didelegasikan kepada jabatan-jabatan yang sesuai untuk melaksanakannya.


5.      Transparansi dan akuntabilitas birokrasi masih rendah
Transparansi adalah suatu proses keterbukaan dari para pengelola manajemen, utamanya manajemen publik, untuk membangun akses dalam proses pengelolaannya sehingga arus informasi keluar dan masuk secara berimbang. dalam proses transparansi informasi tidak hanya diberikan oleh pengelolah manajemen publik, tetapi masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi yang menyangkut kepentingan publik. Transparansi Pemerintahan adalah terjaminnya akses masyarakat dalam berpartisipasi, utamanya dalam proses pengambilan keputusan. Jika penyelenggaraan pemerintahan dilakukan dengan tertutup dan tidak transparan secara umum akan berdampak pada tidak tercapainya kesejahteraan masyarakat atau warga Negara, sebagaimana tercantum dalam kontitusi Negara, yaitu percapaian masyarakat yang adil dan makmur.

Keterbukaan adalah keadaan yang memungkinkan ketersediaan informasi yang dapat diberikan dan didapat oleh masyarakat luas. Keterbukan merupakan kondisi yang memungkinkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan bernegara. Keterbukaan arus informasi di bidang hukum penting agar setiap warga negara mendapatkan suatu jaminan keadilan.

Sikap keterbukaan juga menuntut komitmen masyarakat dan mentalitas aparat dalam melaksanakan peraturan tersebut. Kesiapan infrastruktur fisik dan mental aparat sangat menentukan jalannya “jaminan keadilan”.

Dalam mewujudkan suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang demokratis maka hal yang paling utama yang harus diwujudkan oleh pemerintah adalah transparansi (keterbukaan). Adapun indikasi dari suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang transparan (terbuka) adalah apabila di dalam penyelenggaraan pemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan. Berbagai informasi harus disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Kepemerintahan yang tidak transparan, cepat atau lambat cenderung akan menuju ke pemerintahan yang korup, otoriter, atau diktator.

Akibat penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan diantaranya:

1. kesenjangan antara rakyat dan pemerintah akibat krisis kepercayaan
2. menimbulkan prasangka yang tidak baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
3. pemerintah tidak berani bertanggungjawab kepada rakyat
4. tidak adanya partisipasi dan dukungan rakyat sehingga menghambat proses
5. pembangunan nasional
6. hubungan kerjasama internasional yang kuarang harmonis
7. ketertinggalan dalam segala bidang.

Untuk itu diperlukan suatu penyelenggaran pemerintahan yang baik dan terbuka. Penyelenggaraan negara yang baik dapat menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). Dan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, ada beberapa asas yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Asas Kepastian Hukum
2. Asas Tertib Penyelenggaran Negara
3. Asas Kepentingan Umum
4. Asas Keterbukaan
5. Asas Proposionalitas
6. Asas profesionalitas

7. Asas Akuntabilitas

6.        Disiplin dan etos kerja masih rendah.

Mestinya kita tak perlu malu untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum kita ketahui. Menurut Max Weber, pakar manajemen, ETOS KERJA diartikan: perilaku kerja yang etis yang menjadi kebiasaan kerja yang berporoskan etika. Dengan kata lain yang lebih sederhana, etos kerja yaitu semua kebiasaan baik yang berlandaskan etika yang harus dilakukan di tempat kerja, seperti: disiplin, jujur, tanggung jawab, tekun, sabar, berwawasan, kreatif, bersemangat, mampu bekerja sama, sadar lingkungan, loyal, berdedikasi, bersikap santun, dsb.
Seorang pekerja atau pemimpin betapa hebat kepandaian/kecakapannya, tetapi tidak jujur atau tidak bertanggung jawab, tidak disiplin atau tidak loyal, misalnya apalagi tak mampu bekerja sama, pasti merugikan perusahaan. Dan hal ini tidak dikehendaki terjadi. Tanpa etos kerja tinggi seperti disebutkan di atas perusahaan tak mungkin meningkatkan produktivitas sebagaimana yang diharapkan. Kinerja (performance) sangat ditentukan oleh etos kerja.
Menumbuhkan etos kerja kepada bawahan memang gampang-gampang sulit. Karena etos kerja tak dapat dipaksakan. Harus tumbuh dari dua pihak: atasan dan bawahan.
Gaji tinggi tidak menjamin terciptanya etos kerja yang baik. Mengapa? Seorang pimpinan perlu berhati-hati melaksanakan recruitment. Perlu selektif, apakah kemampuan calon sesuai dengan jenis pekerjaan yang dibutuhkan. Memiliki motivasi tinggi, daya tahan kerja, mau mengembangkan diri, mampu bekerja sama, dan sebagainya. Apakah dia sesuai dengan bidang/tugas yang akan diembannya. Karena kalau tak cocok, justru tak akan bersemangat dan hal ini berbahaya, karena tak mencintai pekerjaannya sehingga tak memiliki sense of belonging.
Job description harus jelas, jangan sampai tugasnya tumpang tindih dan terjadi overload. Harus ada pendelegasian tugas sehingga ia bisa kreatif dinamis. Atasan perlu memberi perhatian, sentuhan-sentuhan dan juga memanusiakan (nguwongake, bahasa Jawa) atau menghargai bawahan, sehingga ia akan bekerja produktif. Perlu ada dialog yang kontinyu sehingga ada kerja sama dan tanggung jawab. Bersikap adil dan bijaksana sehingga tercipta loyalitas dan dedikasi. Bersikap tegas sehingga bawahan akan disiplin.
Akhirnya, atasan perlu menjadi teladan sehingga mampu menciptakan filosofi atau budaya perusahaan yang baik.
Memimpin manusia memang tidak mudah. Apalagi memotivasi bawahan untuk menciptakan etos kerja yang baik. Tetapi, kita perlu berusaha dan mencobanya. Anda berani mencoba? Silakan dan semoga berhasil

7.      Perubahan lingkungan strategis, yang antara lain: kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, krisis ekonomi global, berkembangnya persaingan antar negara, dst.



A.              Kesimpulan

1.      Reformasi birokrasi mutlak harus dilakukan oleh setiap institusi pemerintah namun sebelumnya para pelaksana reformasi birokrasi harus memahami terlebih dahulu apa itu hakikat reformasi birokrasi, sehingga dalam pelaksanaannya dalam lebih optimal dan tidak justru melenceng dari yang diagendakan.

2.      Reformasi Birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi, antara lain kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas aparatur, pengawasan, dan pelayanan publik. Hal penting dalam reformasi birokrasi adalah perubahan mind-set dan culture-set serta pengembangan budaya kerja. Reformasi Birokrasi diarahkan pada upaya-upaya mencegah dan mempercepat pemberantasan korupsi, secara berkelanjutan, dalam menciptakan tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance), pemerintah yang bersih (clean government), dan bebas KKN.



Benveniste, Guy.1997. Birokrasi.Jakarta: PT Raja GrafindoPersada
Pramusinto Agus dan Erwan Agus Purwanto. 2009. Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik
Susanto, Heri, “Ditjen Pajak Juara Kena Sanksi Pelanggaran”, diakses dari situs http://heri.susanto@vivanews.com
Drs. Taufiq Effendi, MBA, “Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good Governance”,Prof.Dr.Mostopadidjaja AR. 2003. “Reformasi Birokrasi Sebagai syarat Pemberantasan KKN”,
Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia : Prof.Dr. Agus Dwiyanto, dkk
Birokrasi dan Politik di Indonesia : Prof.DR.Miftah Thoha, MPA
Reformasi Pelayanan Publik, Prof.Dr. Agus Dwiyanto
Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik : Edi Suharto, Ph.D
Reformasi Birokrasi public Indonesia karya agus dwiyanto, dkk