A.
Pendahuluan
Saat ini pemerintah sedang
genjar-genjarnya melaksanakan agenda reformasi birokrasi, namun karena
kurangnya pemahaman, atau masih kurangnya sosialisasi, dan terbatasnya akses
informasi “yang benar” akan reformasi birokrasi sering menyebabkan terjadi bias pemahaman akan pengertian
reformasi birokrasi itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan karena beragamnya
latar belakang ilmu pengetahuan para aparatur pemerintah yang menyebabkan
adanya perbedaan pemahaman akan defenisi reformasi birokrasi itu sendiri. Ironisnya
karena ketidakmengertian itu, kadang
menyebabkan para aparatur berjalan justru menjauhi nilai-nilai reformasi birokrasi
bukannya mendekatinya yang akhirnya merugikan banyak pihak diatas landasan
reformasi birokrasi. Lalu apa sebenarnya defenisi reformasi birokrasi itu?
B.
Pembahasan
Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan
(business prosess) dan sumber daya manusia aparatur”
Sangat menarik membicarakan tentang birokrasi, karena
dalam realita kehidupan birokrasi terkesan negatif dan menyulitkan dalam
melayani masyarakat, padahal para pegawai birokrasi itu dibayar dari duit masyarakat.
Dan terkadang wewenang yang diberikan kepada pegawai dari birokrasi
disalahgunakan. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya reformasi birokrasi.
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi
lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan
masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian
perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan
pada development (Susanto, 180). Karl
Mannheim sebagaimana disitir oleh Susanto
menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan
norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan
keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya
juga dinikmati oleh masyarakat.
Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan
sebagai peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat
berkait erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan
masyarakat tersebut maka terjadilah keseimbangan antara tuntutan ekonomi,
politik, sosial dan hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta
konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat (Susanto: 185-186).
Khan (1981) memberi pengertian reformasi
sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan
mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama.
Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan
reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses, prosedur birokrasi publik
dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan
tujuan pembangunan nasional. Aktivitas reformasi sebagai padanan lain dari
change, improvement, atau modernization. Dari pengertian ini, maka reformasi
ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga
mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap tingkah laku (the ethics
being). Arah yang akan dicapai reformasi antara lain adalah tercapainya
pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien.Reformasi bertujuan mengoreksi
dan membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa yang selama ini jauh
menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting
dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus globalisasi.
Reformasi ini harus dilakukan mulai dari pejabat tertinggi, seperti presiden dalam
suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian
negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama diikuti oleh seluruh
aparatur dibawahnya. Reformasi birokrasi di Indonesia untuk saat ini dapat
dikatakan belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan
publik dan masih maraknya perkara korupsi.
Berbagai
permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan
tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata
ulang atau diperharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan
tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis
untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam
mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu dengan
sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi
serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk
direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena
itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif,
dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai
dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang
dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya
dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.
Pada intinya latar belakang reformasi birokrasi adalah sbb:
1. Ketidakpercayaan yang meluas pada kinerja pemerintah dan kebangkrutan
birokrasi di Amerika telah melahirkan konsep Reinventing Government sebagai
model manajemen publik baru yang dikembangkan oleh David Osborne & Ted
Gaebler pada th.1992
2. Praktek
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat
ini.
Mungkin sebagian diantara kita masih bingung memahami pengertian KKN, apa
itu korupsi, apa itu kolusi, dan apa pula bedanya dengan nepotisme, sehingga
kita tidak menyadari bahkan tidak merasakannya meskipun aktifitas tersebut
sering terjadi disekeliling kita dan terkadang kita sendiri bertindak sebagai
pelakunya. Agar
lebih jelas, berikut defenisi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme :
Korupsi menurut “Transparency International” adalah perilaku pejabat publik, baik politikus
politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang di percayakankepada mereka. Korupsi dapat
membuat pelayanan pemerintah menjadi tidak maksimal dikarenakan adanya
penyaluran anggaran yang kurang sempurna sehinggga masyarakat dirugikan karena
tindakan korupsi yang dilakukan oleh aparatur yang berkaitan. Dalam arti luas
korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk kepentingan pribadi. Korupsi menurut “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara
atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Korupsi di definisikan oleh “Bank
Dunia” sebagai penyalahgunaan jabatan
publik untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan
tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan
kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas
tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.
Nepotisme berarti lebih memilih saudara
atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata
ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori.
3.
Tingkat kualitas pelayanan publik masih belum mampu
memenuhi harapan masyarakat. Misalnya LIPI sebagai lembaga
penelitian milik pemerintah bentuk pelayanannya berupa melakukan riset dan
menghasilkan produk penelitian yang berhasil guna dan bermanfaat bagi masyarakat
luas, kualitas dan kuantitas
penelitiannya itu yang harus direformasi apabila dampaknya belum terasa bagi
rakyat Indonesia secara luas. Demikian pula dengan instansi pemerintah lainnya, contoh lain pelayanan kantor kelurahan dalam
pengurusan KTP, apabila sebelum reformasi birokrasi pelayanan pembuatan KTP di
kantor kelurahan bisa mencapai waktu 2 minggu atau 3 bulan lebih, setelah
reformasi birokrasi harusnya pembuatan KTP bisa diselesaikan dalam waktu kurang
dari satu hari. Karena ada hal-hal yang direformasi seperti jika sebelumnya
birokrasi yang berbelit-belit sekarang menjadi lebih sederhana, Lurah yang
biasanya datang siang dan sering tidak ada ditempat sekarang selalu datang
tepat waktu dan ada ditempat disaat dibutuhkan masyarakat untuk mendandatangani
KTP dsb.
4.
Tingkat efisiensi,
efektivitas, dan produktivitas birokrasi belum optimal
Sebelum PP 6/08 dan PP 8/08, perencanaan anggaran masih bersifat
perencanaan kegiatan/program. Hal ini membuat sistem birokrasi sibuk dengan
kegiatan dan program tetapi tidak tau apa yang dicapai. Pendekatan ini bukan
hanya berpotensi membelanjakan dana publik untuk hal yang tidak perlu, tetapi
juga membuat struktur birokasi tidak tau persis apa yang harus dilakukan. Semua
hal terlihat penting.
Pada era reformasi birokrasi pendekatan ini harus diubah. Setelah PP 6/08
dan PP 8/08 pemerintahan harus berpikir HASIL. Merencanakan HASIL,
menganggarkan untuk HASIL, memonitor HASIL dan melaporkan HASIL. Pemilik
(rakyat) tidak terlalu pusing dengan apa yang dilakukan oleh birokrat, para
pembayar pajak lebih mementingkan pencapaian hasil. Mereka ingin agar pasar
tidak kumuh lagi, jalanan tidak macet lagi, semua anak bersekolah, semua orang
yang sakit dapat perawatan, mudah dapat modal usaha dll.
Rumusan hasil harus datang dari warga masyarakat lewat satu mekansime
tertentu yang menjamin keterwakilan dan transparansi.
Anggaran harus dirancang untuk mencapai hasil, bukan hanya untuk
melaksanakan kegiatan. Pada akhirnya setiap pekerjaan harus didelegasikan
kepada jabatan-jabatan yang sesuai untuk melaksanakannya.
5.
Transparansi dan
akuntabilitas birokrasi masih rendah
Transparansi adalah suatu proses
keterbukaan dari para pengelola manajemen, utamanya manajemen publik, untuk
membangun akses dalam proses pengelolaannya sehingga arus informasi keluar dan
masuk secara berimbang. dalam proses transparansi informasi tidak hanya
diberikan oleh pengelolah manajemen publik, tetapi masyarakat memiliki hak
untuk memperoleh informasi yang menyangkut kepentingan publik. Transparansi
Pemerintahan adalah terjaminnya akses masyarakat dalam berpartisipasi, utamanya
dalam proses pengambilan keputusan. Jika penyelenggaraan pemerintahan dilakukan
dengan tertutup dan tidak transparan secara umum akan berdampak pada tidak
tercapainya kesejahteraan masyarakat atau warga Negara, sebagaimana tercantum
dalam kontitusi Negara, yaitu percapaian masyarakat yang adil dan makmur.
Keterbukaan adalah keadaan yang
memungkinkan ketersediaan informasi yang dapat diberikan dan didapat oleh
masyarakat luas. Keterbukan merupakan kondisi yang memungkinkan partisipasi
masyarakat dalam kehidupan bernegara. Keterbukaan arus informasi di bidang
hukum penting agar setiap warga negara mendapatkan suatu jaminan keadilan.
Sikap keterbukaan juga menuntut komitmen masyarakat dan mentalitas aparat dalam melaksanakan peraturan tersebut. Kesiapan infrastruktur fisik dan mental aparat sangat menentukan jalannya “jaminan keadilan”.
Dalam mewujudkan suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang demokratis maka hal yang paling utama yang harus diwujudkan oleh pemerintah adalah transparansi (keterbukaan). Adapun indikasi dari suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang transparan (terbuka) adalah apabila di dalam penyelenggaraan pemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan. Berbagai informasi harus disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Kepemerintahan yang tidak transparan, cepat atau lambat cenderung akan menuju ke pemerintahan yang korup, otoriter, atau diktator.
Akibat penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan diantaranya:
1. kesenjangan antara rakyat dan pemerintah akibat krisis kepercayaan
2. menimbulkan prasangka yang tidak baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
3. pemerintah tidak berani bertanggungjawab kepada rakyat
4. tidak adanya partisipasi dan dukungan rakyat sehingga menghambat proses
5. pembangunan nasional
6. hubungan kerjasama internasional yang kuarang harmonis
7. ketertinggalan dalam segala bidang.
Untuk itu diperlukan suatu penyelenggaran pemerintahan yang baik dan terbuka. Penyelenggaraan negara yang baik dapat menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). Dan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, ada beberapa asas yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Asas Kepastian Hukum
2. Asas Tertib Penyelenggaran Negara
3. Asas Kepentingan Umum
4. Asas Keterbukaan
5. Asas Proposionalitas
6. Asas profesionalitas
7. Asas Akuntabilitas
6.
Disiplin dan etos kerja
masih rendah.
Mestinya
kita tak perlu malu untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum kita ketahui.
Menurut Max Weber, pakar manajemen, ETOS KERJA diartikan: perilaku kerja yang etis
yang menjadi kebiasaan kerja yang berporoskan etika. Dengan kata lain yang
lebih sederhana, etos kerja yaitu semua kebiasaan baik yang berlandaskan etika yang
harus dilakukan di tempat kerja,
seperti: disiplin, jujur, tanggung jawab, tekun, sabar, berwawasan, kreatif,
bersemangat, mampu bekerja sama, sadar lingkungan, loyal, berdedikasi, bersikap
santun, dsb.
Seorang pekerja atau pemimpin
betapa hebat kepandaian/kecakapannya, tetapi tidak jujur atau tidak bertanggung
jawab, tidak disiplin atau tidak loyal, misalnya apalagi tak mampu bekerja
sama, pasti merugikan perusahaan. Dan hal ini tidak dikehendaki terjadi. Tanpa
etos kerja tinggi seperti disebutkan di atas perusahaan tak mungkin
meningkatkan produktivitas sebagaimana yang diharapkan. Kinerja (performance) sangat
ditentukan oleh etos kerja.
Menumbuhkan etos kerja kepada
bawahan memang gampang-gampang sulit. Karena etos kerja tak dapat dipaksakan.
Harus tumbuh dari dua pihak: atasan dan bawahan.
Gaji tinggi tidak menjamin
terciptanya etos kerja yang baik. Mengapa? Seorang pimpinan perlu berhati-hati
melaksanakan recruitment.
Perlu selektif, apakah kemampuan calon sesuai dengan jenis pekerjaan yang
dibutuhkan. Memiliki motivasi tinggi, daya tahan kerja, mau mengembangkan diri,
mampu bekerja sama, dan sebagainya. Apakah dia sesuai dengan bidang/tugas yang
akan diembannya. Karena kalau tak cocok, justru tak akan bersemangat dan hal
ini berbahaya, karena tak mencintai pekerjaannya sehingga tak memiliki sense of belonging.
Job description harus jelas, jangan sampai
tugasnya tumpang tindih dan terjadi overload.
Harus ada pendelegasian tugas sehingga ia bisa kreatif dinamis. Atasan perlu
memberi perhatian, sentuhan-sentuhan dan juga memanusiakan (nguwongake, bahasa
Jawa) atau menghargai bawahan, sehingga ia akan bekerja produktif. Perlu ada
dialog yang kontinyu sehingga ada kerja sama dan tanggung jawab. Bersikap adil
dan bijaksana sehingga tercipta loyalitas dan dedikasi. Bersikap tegas sehingga
bawahan akan disiplin.
Akhirnya, atasan perlu menjadi
teladan sehingga mampu menciptakan filosofi atau budaya perusahaan yang baik.
Memimpin
manusia memang tidak mudah. Apalagi memotivasi bawahan untuk menciptakan etos
kerja yang baik. Tetapi, kita perlu berusaha dan mencobanya. Anda berani
mencoba? Silakan dan semoga berhasil
7.
Perubahan lingkungan
strategis, yang antara lain: kemajuan teknologi komunikasi dan informasi,
krisis ekonomi global, berkembangnya persaingan antar negara, dst.
A.
Kesimpulan
1.
Reformasi birokrasi mutlak harus dilakukan oleh setiap
institusi pemerintah namun sebelumnya para pelaksana reformasi birokrasi harus
memahami terlebih dahulu apa itu hakikat reformasi birokrasi, sehingga dalam
pelaksanaannya dalam lebih optimal dan tidak justru melenceng dari yang
diagendakan.
2.
Reformasi
Birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi, antara lain
kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas
aparatur, pengawasan, dan pelayanan publik. Hal penting dalam reformasi
birokrasi adalah perubahan mind-set dan culture-set serta pengembangan budaya
kerja. Reformasi Birokrasi diarahkan pada upaya-upaya mencegah dan mempercepat
pemberantasan korupsi, secara berkelanjutan, dalam menciptakan tata
pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance), pemerintah
yang bersih (clean government), dan bebas KKN.
Benveniste, Guy.1997.
Birokrasi.Jakarta: PT Raja GrafindoPersada
Pramusinto Agus dan Erwan Agus Purwanto. 2009. Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik
Susanto, Heri, “Ditjen Pajak Juara Kena Sanksi Pelanggaran”, diakses dari situs http://heri.susanto@vivanews.com
Drs. Taufiq Effendi, MBA, “Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good Governance”,Prof.Dr.Mostopadidjaja AR. 2003. “Reformasi Birokrasi Sebagai syarat Pemberantasan KKN”,
Pramusinto Agus dan Erwan Agus Purwanto. 2009. Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik
Susanto, Heri, “Ditjen Pajak Juara Kena Sanksi Pelanggaran”, diakses dari situs http://heri.susanto@vivanews.com
Drs. Taufiq Effendi, MBA, “Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good Governance”,Prof.Dr.Mostopadidjaja AR. 2003. “Reformasi Birokrasi Sebagai syarat Pemberantasan KKN”,
Reformasi Birokrasi
Publik di Indonesia : Prof.Dr. Agus Dwiyanto, dkk
Birokrasi dan Politik
di Indonesia : Prof.DR.Miftah Thoha, MPA
Reformasi Pelayanan
Publik, Prof.Dr. Agus Dwiyanto
Kebijakan Sosial
sebagai Kebijakan Publik : Edi Suharto, Ph.D
Reformasi Birokrasi
public Indonesia karya agus dwiyanto, dkk